PENANGANAN STATUS KEPENDUDUKAN ETNIS ROHINGYA (STUDI KASUS KOTA MAKASSAR)

Abd. Rais Asmar

Abstract


Abstract

The handling of Rohingya ethnic refugees who entered the city of Makassar due to persecution in their home countries, Myanmar is very necessary because of the vulnerability experienced by Rohingya ethnic refugees, especially this is an international community agreement through the 1951 Convention on Refugees. This vulnerability can occur in children, women, and vulnerability to refugee status. Determination of refugee status is a full right of UNHCR because Indonesia has not ratified the 1951 Convention so that there is no government involvement in this matter both in terms of regulation and action. The fact is that Makassar City is one of the destinations for Rohingya ethnic refugees who want to improve their destiny. The government has issued Presidential Regulation No. 125 of 2016 concerning handling refugees but not yet adequate. As a result, they do not get residence status so they can enjoy educational, health, legal assistance and other needs because of administrative document problems. Therefore, national regulations are needed for them and the role of non-governmental institutions so that ethnic Rohingya refugees can enjoy the facilities available in Makassar City.

Keywords: Rohingya Refugees, Population Status

 

                 

Abstrak

                Penanganan pengungsi etnis rohingya yang masuk ke Kota Makassar akibat persekusi di negara asalnya yaitu Myanmar sangat diperlukan karena kerentanan yang dialami oleh para pengungsi etnis rohingya apalagi ini merupakan kesepakatan masyarakat internasional melalui Konvensi 1951 tentang Pengungsi. Kerentanan tersebut dapat terjadi pada anak-anak, perempuan, maupun kerentanan status pengungsi. Penetapan status pengungsi menjadi hak penuh dari UNHCR karena Indonesia belum meratifikasi Konvensi 1951 sehingga tidak ada keterlibatan pemerintah dalam hal ini baik dalam hal regulasi maupun aksi. Faktanya Kota Makassar menjadi salah satu tujuan pengungsi etnis rohingya yang ingin memperbaiki nasib. Pemerintah telah mengeluarkan Perpres No. 125 Tahun 2016 tentang penanganan pengungsi tetapi belum memadai. Akibatnya mereka tidak mendapatkan status kependudukan sehingga dapat menikmati fasilitas pendidikan, kesehatan, bantuan hukum dan kebutuhan lainnya karena terbentur masalah dokumen adminstrasi. Oleh karena itu, dibutuhkan regulasi nasional yang memadai bagi mereka dan peran lembaga-lembaga non pemerintah agar pengungsi etnis rohingya dapat menikmati fasilitas yang ada di Kota Makassar.

Kata Kunci: Pengungsi etnis rohingya, Status kependudukan


Full Text:

Download PDF

References


Radjab, Dasril (2005). Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta : PT Asdi Mahasatya

Rudy, T.May (2006). Hukum Internasional 1. Bandung : PT. Refika Aditama

SUAKA (Indonesia Civil Society Network for Refugee Rights Protection) (2016). Hidup Yang Terabaikan Laporan Penelitian Nasib Pengungsi di Indonesia. Jakarta : LBH Jakarta

UNHCR (2016). Membantu Pengungsi Memperkenalkan UNHCR, UNHCR Media Relations and Public Information, Switzerland

UNHCR Global Report (2017)

Winarno (2007). Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta : PT Bumi Aksara

Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Konvensi 1951 tentang Pengungsi

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan

Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan dan Catatan Sipil

Repository.unhas.ac.id, diakses pada tanggal 2 oktober 2017 pukul 11.00




DOI: https://doi.org/10.35334/bolrev.v3i1.1010

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Copyright (c) 2019 Borneo Law Review Journal



 

Borneo Law Review Journal Indexed by: