PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TANAH MASYARAKAT ADAT YANG DIBEBASKAN UNTUK PEMBANGUNAN IBU KOTA BARU

El Geraldy Kespanla, Marthen B. Salinding, Wiwin Dwi Ratna

Abstract


Konsep pemindahan ibu kota dari Jakarta memang bukan hal baru dalam sejarah
Indonesia. Ide untuk menjadikan Kota Palangkaraya, yang terletak di Kalimantan
Tengah, sebagai ibu kota negara pertama kali muncul pada masa pemerintahan
Presiden Sukarno. Terdapat dua rumusan masalah dalam penelitian ini. Pertama
bentuk perlindungan hukum terhadap masyarakat adat yang terdampak dari
pembangunan ibu kota baru kedua, mekanisme pembebasan tanah ulayat
masyarakat adat terhadap pembangunan ibu kota baru. Metode penelitian yang
digunakan adalah penelitian normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa, Perlindungan hukum terhadap masyarakat adat yang terpengaruh oleh pembangunan ibu kota negara baru belum terlaksana sepenuhnya, dan masih belum ada mekanisme hukum yang memastikan bahwa hak-hak mereka dipenuhi sesuai dengan peraturan yang berlaku saat ini, tanpa menghambat kemajuan proyek ibu kota negara. Akan tetapi pemerintah dalam proyek pembangunan ibu kota negara berusaha sebisa mungkin mengatur lintas hukum antara pemerintah dengan masyarakat adat, agar terciptanya jaminan kepastian hukum mengenai hak masyarakat adat. Dan juga Dalam pelaksanaan pembebasan tanah ulayat masyarakat adat untuk pembangunan ibu kota negara baru, terdapat rangkaian tahapan yang harus dijalankan oleh pemerintah. Proses ini terdiri dari empat langkah, yakni perencanaan, persiapan, pelaksanaan, dan penyerahan hasil. Pelaksanaan pengadaan tanah dan penyerahan hasil dilakukan dengan pihak pemilik tanah memberikan hasil tanah kepada instansi yang memerlukan tanah untuk pembangunan fasilitas umum, dengan tujuan mendukung perkembangan infrastruktur daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.


Full Text:

PDF

Refbacks

  • There are currently no refbacks.