EKSISTENSI DAN KEABSAHAN SISTEM TRANSAKSI JUAL BELI E-COMMERCE MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

Azva M Sultan Mudzaffar, Rani Apriani

Abstract


Abstract
The development of today's technology makes it easy to make ends meet. But behind the ease of not a few causing problems particularly regarding the validity and completion process extremely difficult, both non-litigation especially in litigation, because the legal relationship is conducted through the virtual world without face-to-face direct (electronic transactions). Agreements that do not qualify subjective (Article 1320 BW) and there is compliance achievement, the agreement is valid, but the legal consequences, which may be requested cancellation. If not requested cancellation to the judge, the agreement remains binding on both parties (the sender and receiver). Conversely, if the objective conditions are not met then, the agreement is null and void. Evidence used in Electronic Commerce is the electronic evidence as stipulated in Law No. 11 Year 2008 on Information and Electronic Technology is an electronic document such as micro film and data storage devices. However, other evidence will still be required, if it can make the light and give confidence in the truth to the judge for an event it is not contrary to the law.
Keywords: Electronic Commerce, Evidence, private law.
Abstrak
Perkembangan teknologi saat ini memberikan kemudahan dalam memenuhi kebutuhan hidup. Namun di balik kemudahan tidak sedikit menimbulkan problematika khususnya mengenai keabsahan dan proses penyelesaiannya yang sangat sulit, baik secara non litigasi terlebih lagi secara litigasi, karena hubungan hukum tersebut dilakukan melalui dunia maya tanpa tatap muka secara langsung (transaksi elektronik). Perjanjian yang tidak memenuhi syarat subyektif (Pasal 1320 BW) dan ada pemenuhan prestasi, maka perjanjian tersebut sah, akan tetapi menimbulkan akibat hukum, yaitu dapat dimintakan pembatalan. Jika tidak dimintakan pembatalan kepada Hakim, maka perjanjian itu tetap mengikat kedua belah pihak (pihak pengirim dan penerima). Sebaliknya, jika syarat obyektif tidak terpenuhi maka, perjanjian tersebut batal demi hukum. Alat bukti yang digunakan dalam Electronic Commerce adalah bukti elektronik sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Teknologi Elektronik yaitu dokumen elektronik seperti micro film dan alat penyimpanan data. Akan tetapi, alat bukti yang lain tetap akan diperlukan, jika hal tersebut dapat membuat terang dan memberikan keyakinan dalam menemukan kebenaran kepada hakim terhadap suatu peristiwa sepanjang tidak bertentangan dengan undangundang.

Kata kunci : Electronic commerce, pembuktian, hukum perdata


Full Text:

 Subscribers Only


DOI: https://doi.org/10.35334/bolrev.v5i2.2316

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Copyright (c) 2021 Borneo Law Review



 

Borneo Law Review Journal Indexed by: